Memang, keberadaanku di sini tak pernah aku mengerti.
Seperti gelas kaca tanpa warna yang terisi air jernih,nampak sesekali kedip mata perhatian, lalu terlihat kosong.
Setiap saat aku benci tempat ini malah terlihat sederhana, di mana kebencian itu merubahnya menjadi sesuatu yang istimewa, setara dengan spesial yang berada dalam lingkar metafora.
Memang, aku di sini, di tempat ini bukan karena keinginanku.
Di bumi ini aku terlahir dan aku harus menanggung semua jalan takdir yang telah terukir getir.
Aku sama dengan kebanyakkan manusia, hanya saja ada sedikit yang membedakan aku pada sisi pandangan ketidakwarasan.
Memang, mungkin aku kurang bersyukur,
Bahwa hidup adalah tentang rentetan caci maki para pemarah.
Aku berusaha berdamai dengan kehidupan, agar otak ini tak terlalu keberatan memikirkan dunia yang penuh dengan kejamnya alam.
Memang, aku keterlaluan.
Jurang, 16

Tidak ada komentar:
Posting Komentar