Selasa
BULAN
Bulan, kau menatapku lagi malam ini.
Cukup terang seperti malam-malam mu sebelumnya.
Bulan, Kau berikan sinarmu pada semua yang hidup
Meskipun tak sehangat mentari pagi, - aku tau ia hanya sedang menghangatkan kehidupan di lain tempat. Semoga esok kau datang dengan wajah penuh semangat.
Aku berusaha meyakinkan jika aku sedang tidak sendiri malam ini, ada kamu; Bulan.
Ada temanmu juga di sana ; langit - meski temanmu tak seindah kamu ketika malam, aku juga tahu, ia selalu kedinginan, selalu merasa kesepian ketika semua terlelap dalam gelap.
Seperti ragaku yang menggigil dingin kesepian.
Seperti jiwaku yang hanya bisa menanti penuh harap.
Disini, pada suatu malam yang sunyi.
Di mana titik sepi segera menghampiri, hampir setiap hembusan angin menjadi dingin
Hampir setiap beku menjadi pilu.
Lalu ada yang tiba-tiba menjadi resah.
Bersama bayang-bayang masa indah, masa-masa gelisah.
kali ini, aku harus lebih bersabar, harus lebih tegar menjalani hidup. karena waktu akan terus berputar.
Dan ini adalah kehidupan yang wajar, sebab manusia memang harus merasakan getar-gemetar dalam dekapan malam, merasakan sepi dalam pelukan sunyi.
Memang, terkadang kita hanya ingin sendiri, meninggalkan keramaian dalam hidup, mengasingkan diri pada titik tertentu, dimana kita akan merenung, berdoa mungkin berusaha bertanya pada diri sendiri, bahwa hidup adalah lanjutan masa lalu. Mengingat kembali masa-masa silam, masa-masa kelam yang memang harus kita pikirkan, barangkali yang sengaja kita lupakan, karena di sana kita akan belajar, menyulam kembali pada setiap keputusan yang salah ataupun benar.
Malam ini, bulan masih bersamaku, masih tersenyum memandangku sendiri.
Sedang, langit memeluk ku seperti angin yang menyapaku secara diam dalam kebisuanku.
Aku tak pernah tahu, bagaimana mereka memahami jika aku tak pernah mampu sendiri.
Sudahlah, harusnya aku lebih bisa berterimakasih kepada kalian, alam.
Mungkin aku akan segera menyapamu,
apa kabar?
atau hanya sekedar berucap hai padamu,
kau tak menjawab.
Mungkin bibirmu beku, atau memang pura-pura tidak tau. -aku terlalu sering mengataimu bisu.
Aku sebenarnya rindu, padamu pada sinar bisumu
pada remang memudar ketika pagi tiba
entahlah, kebekuan bibirmu memang sebuah takdir paling getir.
Kelak, waktu juga akan menjawab semua pertanyaanku. menyudahi semua harapan yang telah berlumut dalam kalut.
Tempat yang sama, 16
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Kematian I
Pernah nggak sih berpikir? Ketika berkumpul dengan teman temanmu Ketika temanmu sedang berbicara tentang adik kelas cantik yang dia lihat le...

Tidak ada komentar:
Posting Komentar