Selasa

Kabar Duka


 Menyimpan atau mengungkapkan ?

Pertanyaan beberapa tahun yang telah berlalu, pertanyaan yang tak pernah kujawab sendiri setelah pagi terbagi; aku, kau dan dingin.

Embun di luar yang juga ingin menyampaikan sesuatu, rumput yang memendam rindu, serta daun yang sebenarnya menggigil sepi.

Kamu yang belum mengerti, aku yang memilih sendiri, sengaja menunda pesakitan pada kenyataanya terlalu menyedihkan.


Sebenarnya aku belum ingin menyampaikan hal itu.

Sesuatu yang mustahil untuk ku ralat ulang, semua begitu saja tertulis, terbaca, semacam ada siksa dalam hatiku, barangkali lega yang menyakitkan.

Aku tak perduli. sakit yang kurasa, melebihi sakit pada batas normal. Aku pernah sangat gila, ketika merindukanmu adalah sembilan puluh dua jam tanpa memejamkan mata. Rindu bertahun-tahun yang tak pernah kau ketahui. Aku terluka.


Aku tak pernah tau jika waktu akan benar-benar menjawab segala rindu, mengeringkan segala luka yang sebenarnya tak akan pernah sirna. kenyataanya aku memang tak pernah mampu mengungkapkan dengan mata, memendam yang menyedihkan, terlebih diam yang menyakitkan.

Semua sama saja, lebih dari sakit yang sengaja di rahasiakan. Ah, sayanganya mungkin kau tak akan pernah percaya.. -aku suka caramu menyiksa, kini rindu itu telah menjadi cemburu, hasil yang memuaskan. Sebenarnya aku benci hal itu. Percayalah, aku mati rasa. Tapi semuanya telah terlanjur, rasa yang tak biasa telah tumbuh subur dalam jantungku, rasa yang ingin sekali ku buang ketika aku tau kau telah memilih bersamanya. Kini semuanya menjadi entah, menjadi tak ku mengerti, untuk apa semua ini ?

Takdir yang selalu ku pertanyakan, nasib yang terlalu menyakitkan, sungguh sebuah perjalanan panjang menuju ketidakmungkinan. Tapi aku yakin, kemungkinan terbesar adalah mungkin.

Terlalu percaya yang memang harus ku ungkapkan ketika setiap saat aku lebih bisa meyakinkannya.


Bertahun aku telah bertahan, memendam dan menyimpan baik segala rasa yang perlahan tumbuh di hati, ia semakin subur menjadi besar, siklus pertumbuhan perihal rasa. menumbuhkan sendiri, hingga mungkin akan mati. Aku yang bodoh, lelaki payah dengan kesedihan yang melebihi batas.

Kenapa tak dari dulu saja aku membicarakan hal itu? -aku masih ragu, jika tiba-tiba saja rasa itu pudar dan berlalu. Aku yakin semuanya akan lebih parah. Berantakan, tak karuan.

Aku menyesal, memaki diri sendiri, dan kau pulang membawa kenangan yang tak pernah dapat kau hapus selama hidupmu.

Meski aku tak yakin, semua ini akan kau bawa pulang, kau simpan atau lebih baik kau buang. Aku tak akan pernah tau.

Perjalanan panjang yang membingungkan.

aku tak mungkin menyalahkan alam, tak mungkin menyalahkan malam. Aku berdosa, kau berdosa. Semua akan sama. Cinta, benci, rindu semuanya menyenangan. Aku tak pernah menginginkan hal buruk terjadi. Kecuali perkara rasa yang telah lama terpendam. Ini terlalu menyakitkan.


Sebenarnya aku juga tak pernah benar-benar paham soal rasa, apakah ia akan tetap sama? Tumbuh sebagai satu-satunya, dan akan tetap tinggal dalam dada, selamanya? Siapa yang lebih paham soal ini? Waktu, dirimu atau aku. Entahlah, 

Aku yang hanya bisa mengira, kau yang terlalu sempurna. Semoga rasa itu memang selalu ada.

Sungguh, detak jantungku berubah lebih cepat ketika aku menuliskannya.


Sebagai alasan, jika saat itu kau tak memulainya, mungkin malamku akan lebih kelam, lebih menyakitkan, dari pada harus ku nikmati sendiri.

Kau juga telah berhasil mengajak ku menyulam mimpi yang telah lama terpendam.

Terimakasih untuk semua waktu yang telah berlalu.

Tanpamu, malam hanyalah mimpi buruk bagiku.

Semoga mimpi-mimpi buruk bisa segera ku lupakan.


Hampir setiap malam, aku tak pernah mengerti jika membayangkan wajahmu adalah tiap detik tanpa titik. mata yang indah, bibir yang merah, aku menyerah. Kau selalu saja membuatku terpana, membuat jantungku terbakar dalam angan-angan.

Tapi, kini semuanya telah hancur menjadi kepingan-kepingan berserakan. Entahlah, semoga aku bisa mengumpulkannya kembali. Sendiri, aku tak berharap ada yang menemani ? Suatu harapan yang pernah sangat aku banggakan, cita-cita yang telah terangkum rapi dalam ingatan. Semuanya menjadi kekecewaan, patah dengan segala amarah yang tak dapat ku bendung.


Memang, pada kenyataannya, aku yang salah. Selama ini aku terlalu suka dengan caraku menyayangi kekosongan, tubuhmu yang kubiarkan hanya menjadi bayang, bertahun-tahun keningmu yang ku cium berulang-ulang di setiap malam. cinta yang hanya sebatas khayal.

Sementara kau hanya peduli pada seseorang yang barangkali hanya menjadi batas antara kita. Mungkin..

Kini aku benar-benar tak mengerti, apa yang harus aku lakukan, jika menginginkanmu adalah sebodoh ini, semoga aku akan mencoba tetap bertahan, dengan segala perih, meski membuatmu percaya bagiku belum tentu mudah.

Memang kadang-kadang kita perlu semua itu untuk memahami setiap hal yang tak tetap. Aku lebih memilih tak mengerti, mungkin belum.


Kita tak pernah benar-benar paham perkara ini, terlebih kamu. Maaf jika aku datang terlambat, tapi sebenarnya kau telah bertahun-tahun ada dalam ingatanku juga hidupku, entahlah aku terlalu menikmatinya sendiri, tanpa pernah aku berpikir akan memulainya dari mana.

Aku juga terlalu percaya pada apa saja yang pernah ada dalam pikiranku, mimpiku, jika mengingatmu adalah hal mustahil untuk ku lupakan. Entah sampai kapan. Sembilan tahun yang terlalu sebentar untuk menjadikanku gila. Sepertinya memang akan. 


Kau yang datang tanpa ku undang, kau telah diam-diam masuk ke dalam hatiku yang tak pernah ku tutup rapat sebelumnya, setelah sempat kau telah sangat melekat erat. Aku membiarkanmu masuk sebelum semuanya terlambat. Sengaja. karena aku tau, aku kosong, benar-benar kosong ketika itu. Dan aku.. dengan sombong diri, dalam hati, apakah hatiku benar-benar jatuh???

Ini masih menjadi misteri dalam pikiranku.

Sampe saat ini, aku benar-benar rindu.


Jantungku pernah berkali-kali tertikam, berdarah, perih, pernah juga aku sengaja di usir paksa, maka percayalah, jika aku datang sebenarnya itu adalah sejujur-jujurnya aku dalam mencintaimu.

Semoga kau paham tentang banyak malam yang terlanjur aku habiskan sendirian.

Semoga kebingungan ini segera berakhir.

 

Sebenernya aku telah menghapus banyak tulisan tulisanku tentangmu, terlalu banyak cerita yang pernah ku tuang, semua memang tak perlu harus kau tau. Aku tidak menyesal, lebih dari ingatan ingatan kesedihan yang memang harus ku lupakan.

Kini, tak perlu lagi aku mencari sesuatu yang tak lagi ku butuhkan

Akan ku kubur dalam dalam setiap perih yang telah tercipta, ku buang jauh jauh semua kenangan yang pernah datang, dan aku akan kembali pada diriku sendiri.


Terima Kasih







Semarang, Juli 2020


Kau & Aku


Kau dan aku
Adalah kenangan
Yang akan selalu ada di sana
Yang ribuan hari tak mungkin kembali

Kau dan aku
Hanya secuil kisah lugu masa itu
Hanya saja aku tak pandai mengingat lupa
Yang hanya membuat binar mata

Kau dan aku
Adalah luka yang akan tertoreh mungkin
Demikin dengan segenap kesedihan
Yang entah akan sampai kapan

Kau dan aku
Adalah kau kiri dan aku kanan
Yang telah lama berjalan sendirian
Barangkali kau telah menemui jalan itu
Dan aku masih saja terhenti di sini







Jurang, Desember 2022

Minggu

Vertigo lV


Jum'at 9 Desember
Adalah hari buruk untuk bertahan dan tetap dalam keseimbangan

Samar samar tak terdengar suara suara hanya sebagian gemuruh sampai dada
Bimbang kemudian bingung untuk bangkit dari dipan hangat
Mata terbuka dan kepala tertutup, gelap, kunang kunang dan tumbang
Mata terpejam dan kepala lebam lebam
Sakit otak ini seperti terjerat sekujur oleh beban berat
Panas, dingin menggigil kemudian menghantam ke dalam
Nyanyian tak meredakan keadaan
Segelas air hangat tak melulu soal meredakan
Sudah bingung tak dapat terbendung seperti linglung
Mencoba bangkit dari terkaparnya diri
Jatuh tersungkur seperti lemah dan hancur
Inilah untuk kesekian kali merasakan sakit di bagian kepala
Sekujur diri lemas tak karuan
Pikiran tak pernah sejalan dengan tubuh berjalan
Perasaan yang samar samar tertekan
Upaya sembuh hanya berharap belas kasih tuan
Ya Allah ampunilah segala dosa dosa yang pernah terlewat
Hapuslah segala dosa dosa
Hanya kepadamu hamba memohon
Sembuhkanlah jika semua ini kehendakmu
Matikanlah jika manfaat tidak ada lagi pada hidupku
Sungguh, ini amatlah berat bagiku..









Jurang, 11 desember 2022

Jumat

Menumbuhkan Luka.


 Sejak saat itu, aku selalu mengutuk diri sendiri, mengejek diri untuk jadi apa?
Menjadi manusia, lagi.
Atau, apapun. Barangkali bukan bahan hinaan.
Mungkin, sudah barang tentu menjadi perkara candaan
Yang memang harus perlu di luruskan
Yang lurus tak perlu lagi manusia urus.

Ini adalah malam kesekian kali untuk banyak pertanyaan
Untuk meneruskan caci maki, mengumpat kemudian menghujat
Dingin lebih dominan tentang memendam dendam 
Perasaan antara benci dan sakit hati
Antara langkah kiri kemudian dua langkah mundur
Manusia kadang kadang lebih suka menjadi dungu
Lain hari mungkin akan diam menerkam.

Malam kian beku, tak bisa lagi menunggu
Hanya berharap tentang hasil nihil
Senyum indah tak pernah bisa menahan yang tak sejalan
Kepergian hanya menyisakan kesedihan
Langkah demi langkah yang tak searah
Telah meninggalkan jejak baru
Pernah menanggalkan perih merah membiru
Maka berdoalah, agar manusia lebih leluasa memilih dewasa
Memilah milah derap langkah agar tak salah.

Mungkin sekarang waktu untuk membuka hati
Untuk di isi tentang perkara benar dan baik
Selembar kertas putih untuk sebuah kisah indah
Telah terbuka lebar tanpa coretan kelam
Siap tertuang kembali antara singgah menodai dan pergi
Semua memang akan berjalan demikian
Selagi dendam dan benci masih tertanam
Selagi benar dan baik kau sangka buruk.
Maka renungkanlah, antara datangnya mati
Atau perayaan besar sakit hati.

Kenyataan tak mungkin bisa kau sangkal
Butuh waktu lebih untuk memahami kepala bebal
Perlu banyak belajar, merenung serta mengingat luka
Harus berapa banyak sayatan yang kau terima
Kemudian hanya perlu menangis saat kau sendiri
Inilah sebuah proses lapang dada di kemudian waktu
Upaya besar melebarkan sayatan sayatan terperih
Usaha keras mengangakan jiwa agar terus menjerit sakit
Dan sebagian pulih telah kembali merasakan tikaman
Selamat untuk setiap kepingan sesal yang telah lama hilang
Semoga darah bisa kau hentikan dalam sebuah perang.













Jurang, November 2021

Sabtu

Serius

Aku menulis ini ketika aku bangun dari tidurku
Aku tak tahu apa yang akan aku tulis
Aku berharap tak ada yang salah
Aku juga tak yakin jika ini benar
Aku rasa ini tak lebih penting dari hal baik
Tak perlu meminta maaf soal pertengkaran
Hanya perlu berbenah dari hal yang salah
Tak lebih baik ketika aku segera membasuh muka
Maka, setidaknya tulisan ini ku buat dengan sungguh
Tak usah kau baca lagi untuk terus mengerti
Hanya perlu membaca keras agar aku puas
Sungguh, ini tak pernah berarti apa-apa
Kecuali ada yang benar-benar mampu memahami
Kecuali ada yang sanggup sakit hati
Adalah tentang mimpi-mimpi panjang
Tentang baik buruk, benar dan salah
Tentang tidur malam kemudian balas dendam
Tapi, inilah yang terjadi..
Aksi menulis yang terjadi hari ini tak pasti
Perlu untuk memikirkan berulang
Butuh perasaan tenang dan dada lapang
Namun aku tak mendapat apapun
Maka, akan ku akhiri saja tulisan ini
Sebelum semuanya mesti tertuang
Selagi malam masih mengisi otak kiri
Aku akan tidur lagi

Baii..

Selamat malam, aku hanya nglilir..






JURANG, 28 OKTOBER 2020



Jumat

Harapan ke ll



 Untuk apa aku tidur, bahkan lima hari sebelum menulis ini aku masih tetap terjaga

Buat apa? Bahkan jika bermimpi bertemu denganmu adalah ketidak-pedulianku
Untuk tetap terjaga dan menjaga sebuah gundah yang mulai marah
Untuk setiap kantuk yang terkutuk dan demi membunuh kegelisahan
Aku masih suka benyanyi pelan ketika malam hari
Menghilangkan penat sejak hari sakit itu
Kemudian memanggil manggil namamu dengan suara lirih
Pertanda keadaan semakin mendidih semakin mendekati perih
Luka luka ini tak banyak tahu tentang marahku pada liang berlinang
Tak pernah tahu arah untuk terus berjalan pada kegelapan
Mungkin lelah telah menerobos melalui celah celah kecemasan
Yang berusaha masuk kemudian menekan dan menikam
Gumpalan gumpalan resah yang semakin membuatku basah
Cepat suara detak jantung dan iringan lirih sebuah perih
Telah benar benar sampai menjerat menginjak dan menghantam
Muak dengan keadaan yang suram
Bosan pada kebiasaan perihal dendam
Tentang tangis kebencian dan kejamnya tikaman
Tentang marahku yang membuncah
Tentang sosok pribadi yang katanya sering sakit hati
Tentang umpatan caci maki yang semakin menjadi
Tentang keburukan yang datang sili berganti
Dan tentang datangnya dendam yang dalam yang masih terpendam
Apakah kini aku bisa menjalani?
Haruskah ini tetap berlangsung dengan marah kemudian mendarah?
Berupaya tegar melewati sebuah jalan terjal yang penuh kengerian
Berusaha tetap tersenyum lebar meski luka luka masih tetap menganga 
Perih meski harus melangkah dengan hati yang patah
Sebuah upaya manis yang di paksa untuk tetap menangis
Dan kini ku pahami bagaimana caranya untuk tetap meneruskan hidup, meluruskan banyak mimpi yang pernah terbeli semoga bisa mengobati
Semoga tak lagi ada benci dendam tangis dan luka





Jurang, secang, september 2021






Sabtu

SEMBUH II


 Sembuh adalah perjalanan panjang yang melelahkan
Berlaksa lara tentang pemulihan luka yang menyedihkan
Sedih yang telah sudah terganti senyum indah
Perih yang terasa telah terhenti menemani

Kini hari hari semakin berarti
Menjalani waktu ke waktu tanpa sebuah ragu
Yakin jika masa lalu adalah sebuah pelajaran
Dan rindu adalah sebuah perjalanan
Kadang kadang hidup harus seperti buih di lautan
Yang tersapu gelombang kemudian hilang
Yang menyimpan banyak benci dan dendam
Yang melebihi batas wajar dan kegilaan

Di antara bait bait yang sakit
Tertuang jerit yang menghimpit
Menikam dalam menelan kebenaran
Yang dulu singgah telah pergi melangkah
Biarkan semua berjalan tanpa beban
Menghilang lenyap dan terlupakan
Hidup di takdirkan untuk terang kemudian redup
Hidup adalah penyesalan kemudian perjuangan

Kini perjalanan telah terlewat
Menemui banyak mimpi mimpi baik dan buruk
Menjumpai sepasang kenang yang telupakan
Banyak melewati hari hari tak berarti
Sebagian banyak menemui sakit hati
Hidup ringan dengan banyak kesedihan
Sebagian merasakan tikaman yang dalam
Sebagian lagi merasa di benci

Lekaslah berlalu demi sebuah terang baru
Hapus semua ingatan perihal sesal
Yang menghimpit perihal sakit
Yang tak akan kembali sebab telah mati






Jurang, september 2021










Rabu

Menikmati Bilur


 Aku melewati banyak hari hari yang sunyi

Melewati waktu ke waktu yang saling termangu
Dan menemui banyak hati yang tersakiti
Aku tak pernah sadar betapa pekatnya malam
Menjumpai banyak kegelapan yang suram dengan banyak kesedihan
Aku juga tak pernah paham antara kehilangan dan perpisahan
Antara keburukan kemudian hal hal baik
Di antara pekat dan dingin diam
Aku menemukan sepi yang paling sunyi
Menemukan kelam di pertengahan malam
Aku juga pernah menjumpai banyak kesedihan dan kesakitan dan kebencian seperti yang kau temui
Juga kesepian seperti yang kau bayangkan yang kau rasakan
Malam memang lebih panjang membersamai kegelapan
Kemudian gelap tak melulu soal keburukan
Aku pikir hidup ini layak di rayakan sebelum kelam menghantam
Bernostalgia bersama nyeri yang pernah ku temui
Merasakan kembali sakitnya dada yang di hantam dendam
Aku menikmati.. sebuah proses perjalanan panjang tentang merelakan
Tentang banyaknya luka yang memang harus di sembuhkan
Tapi sayang, keinginan sembuh hanya sebuah angan yang semakin terpendam
Aku benar benar lupa bagaimana caranya agar semua baik baik saja
Aku juga benar benar tak pernah tahu bagaimana memadamkan kobaran api di dada
Kini hanya beberapa sayatan yang mungkin telah mengering
Luka luka yang sekujur bilur masih terasa perih, mendidih
Dan hanya trauma yang semakin dalam yang memelukku erat
Dan hanya memar memar yang tertinggal tanpa kau sadar



Jurang, juli 2022

Senin

Pembalasan.


Tahun telah berganti kesedihan tak kunjung berhenti

Adalah tentang upaya merelakan

Adalah tentang perjalanan memuakkan

Selang seling waktu berlalu

Tak pernah menjawab sebagian rindu

Sedih semakin dalam trauma terus menikam

Di sinilah luka terbuka

Tergores kembali menganga dan membara

Maka perih berujung tanpa ujung

Kesakitan menekan tanpa berselang


Waktu tak pernah mampu memberi jawaban baru

Tahun yang hanya bisa diam menahan dendam

Terang telah berganti padam

Menang hanya angan yang tertahan

Berupaya ikhlas kemudian hanya di tebas

Berusaha tegar kemudian terus di penggal


Inilah proses buruk yang menjadikan hati semakin remuk

Berpaling dari kebenaran untuk terus terpuruk

Hidup semakin tertinggal tersisih dan mendidih

Keterasingan dan kemelaratan

Penindasan yang semakin beringas

Benci dan dendam berusaha menghantam

Naluri terobsesi pembalasan sebilah belati


Tikam dari depan sembunyi di belakang

Tusuk seluruh rusuk penggal sampai di jemput ajal

Gantung dengan usus terburai

Hidangan lezat hari pembantaian

Kuliti sakiti jerat sampai sekarat

Nikmatilah seluruh darah

Resapi nikmatnya pembalasan









Jurang, August 2022


Sabtu

Luka-liku arah


 Arah telah membawa langkah menuju salah
Mengarahkan resah menuju sebuah pisah
Tentang hantaman yang keras
Tentang hentakan yang membekas
Hari kemudian sili berganti
Berbeban bingung bernyali linglung
Untuk sebuah kesalahan besar
Demi untuk kekalahan yang benar
Keyakinan telah tekad harapan telah bulat
Obrolan dengan katakata tak sepadan
Menyingsing hidup yang mundur tersungkur

Luka liku ini tak banyak terbeli
Dendam dendam kini hanya menjadi benci
Dan gelisah ini telah terbilas kisah
Harapan yang nyatanya berantakan
Kecewa yang sempat terlewat
Kini telah datang sebuah kalah
Yang di paksa menelan muntah
Yang terpenjara pada liang kenang
Hanya tersisa ringkih menghimpit dan menjerit
banyak langkah kaki berpijak di injak
Menekan menghantam menyayat dan menikam
Sebuah langkah sesal menuju kehancuran
Dendam yang terjual benci yang terpenggal
Haruskah ini kembali terjadi?
Pada sebuah luka lama yang masih menganga
Pada sebuah sedih yang masih mendidih





Bedono, Juni 2021











Kamis

Gegap Gempita


 Langkah langkah angin yang riuh rendah

Menunduk ringkih rindu belum bertemu

Sekarang hari sabtu yang kemarin aku tahu;

Tanggal dan bulan dan tahun yang sudah genap terlewat

Hampir saja lupa tanggal genap dan bulan ganjil yang tak pernah lekang dalam ingatan

Dan, pada angka tahun yang genap duadua dan tanggal yang sama

Aku mengutuk diriku sendiri ketika tangan tangan bahagia saling berjabat erat

Sedang jemariku gemetaran tak karuan saat berjabat salam denganmu

Entah bagaimana dengan jemarimu yang lembut, apakah sebaliknya..

Mungkin aku rasa biasa, namun tidak dengan mataku yang menunduk berbinar seketika detak jantung semakin cepat

Inilah gegap gempita yang menjadikan tubuhku kehilangan keseimbangan

Yang tegak seketika gagap dan gugup kemudian malu tertunduk layu

Adalah tentang seseorang yang pernah menantang kenang

Yang begitu yakin ketika dua pasang lengan yang saling merangkul kemudian di paksa di pisahruah-kan.

Aku yakin, jika sebenarnya lembayung akan tetap ungu dan memerah meski jingga lebih dominan dengan orange, namun merah selalu menang ketika menjelang gelap

Kemudian dengan wajahmu;

Memerah rekah seperti bunga pada musim semi

Yang sedari dulu adalah anggun, yang tersenyum lembut kepada setiap pasang mata

Kita mungkin hanya bisa membayangkan semua kenang pada ingatan kening

Dengan yakin kata "kita" memang tak harus di ganti dengan aku saja.

Bila kau setuju, percayalah tidaklah mudah bagiku untuk menghapus ingatan tentang kau.

Waktu terus menjalankan peran untuk tetap berjalan, yang menjadikan semua termakan usia, yang membuat kita menuju tua. Dan sadar, separuh usia telah ku habiskan dengan bangganya ketika sepasang telah di pisahkan selama ribuan hari.

Kini, aku paham pada setiap jari jemari yang dingin menyentuh lembut

Tak akan pernah terhapus, tak mungkin bisa terganti meski ribuan hari telah usai di gilas usia

     Terima kasih telah mencipta banyak cerita yang belum akan selesai

22 juli 92 

             





 

Jurang, Juli 2022


 

Rabu

INGATAN


Roda roda gila melibas aspal panas
Menerjang angin menyapu deru debu
Asap asap pekat melambung tinggi
Tanpa sekat gelisah semakin terlihat
Lelah telah datang letih semakin menerjang
Riuh gemuruh suara mesin pembunuh

Aku masih suka hidup pada jalan yang ramai
Yang malam malam sepi
Yang sunyi bernyanyi bersama dingin angin
Yang  penuh gelap yang berselimut kelam
Suara yang penuh perih dan rintih
Suara yang parau yang menjerit sakit

Angan pada lamun yang hening
Telah menikam pada kepala yang pening
Telah tersesat pada jalan yang ramai
Yang penuh kenang dalam beringas diam
Yang  sibuk mengutuk
Yang menyayat kembali suatu hati











Semarang, 20 April 2022

Senin

Pulih

 

Derita telah berakhir

Sang surya telah terlahir

Mentari yang hangat memeluk erat

Menyinari seluruh hidup yang pernah redup

Melahirkan cerah menikmati anugerah

Sang tuan yang maha kuasa

Telah mengobati seluruh luka

Menghapus habis seluruh derita

Sekat telah terbuka tak lagi menghimpit dan menjerat

Tak lagi tercipta benci dendam dan air mata

Tak lagi merasa perih bersedih kemudian mendidih

Lahirnya sang tuan yang memberikan seluruh harapan

Telah mewaraskan sebuah gila yang menyiksa

Telah mendewasakan seluruh naluri yang terkunci

Kini sang tuan telah menyadarkan

Jika hidup adalah sebuah perjalann yang melelahkan

Adalah tentang menelan jerit sakit kemudian proses tumbuh untuk sembuh

Maka tidaklah hidup satu nyawa sebelum maut menjemput

Tidaklah sembuh total sebelum kambuh pernah mengenal

Dan akhirnya ini yang membuat kita paham, bahwa di akhir kesedihan adalah tentang 

Bahagia dan penghapusan luka

Terima kasih telah menjadi dewasa, kelak, akan ku jumpai tua yang menghantarkanku menuju sebuah kekal.



Jurang, juni 2022 

Minggu

Memilih Sembuh


 Ku temukan semi sebelum kemarau
Adalah musim dengan sejuta warna dan wangi bunga

Alam yang rentan dengan sejuta keindahan
Aku; Adalah pengembara dengan berbagai kesedihan
Melewati sejuta jalan terjal pada gelombang kehidupan
Hidup bebas berulah kemudian kalah
Hidup berulah bebas kemudian terhempas
Cerita cerita tak seindah kisah pada daun basah
Yang tak sepadan dengan sebuah harapan
Hujan memang telah pergi jauh
Menyebrangi laut laut tenang tak bergelombang
Menghapus habis berjuta ribu tangis
Walau sadar di antaranya menciptakan banyak sedih

Pada ladang tubuhmu yang kau biarkan basah
Ku biarkan juga ilalang mengikat jemarimu
Yang kau biarkan menggigil pada ikatan yang gagal
Sungguh, sebuah pertunjukan memuaskan
Yang di dalamnya menyimpan banyak luka
Yang pada akhirnya renjana segera menepis trauma
Kini hanya tinggal aku dan kau
Yang berusaha menghapus luka menghempas lara
Tinggal beberapa langkah lagi
Hujan akan segera menghampiri
Segera aku dan kau menjauh
Masing masing telah memilih sembuh




Jurang, Mei 2022



Jumat

Sebuah Sembuh


 Kelam sudah sebuah dendam
Luka yang lebam dan trauma yang dalam
Menyeret kembali pada titik sebuah pelik
Tak pernah terbalas meski waktu telah menunggu
Tak pernah mampu walau angan tak pernah tertahan
Hiruk pikuk perjalanan ini
Penuh kerikil batu batu kecil
Penuh debu debu rindu dan kelabu
Rasa yang tercipta telah menghilang tanpa berselang
Benci yang dalam telah terhapus hancur dan melebur
Kebencian telah tertahan penyesalan telah tertelan
Jiwa yang terluka dalam telah tenggelam karam
Iblis iblis mengembara mengumbar sebuah tawa
Telah datang sebuah senang
Tentang menghapus linang menyapu seluruh kenang
Tak perlu bertepuk tangan untuk kemenangan
Hanya perlu di akui perlu untuk di mengerti
Tidaklah hidup tanpa sebuah kasih semangat
Dan tidaklah mati jika hanya iri dengki
Kini hidup telah menyeretku lebih dalam
Pada palung tawa meninggalkan trauma
Selayak seorang bayi terlahir suci
Maha besar tuan sang bijaksana

Terima kasih.












Jurang, Maret 2022



Kematian I

Pernah nggak sih berpikir? Ketika berkumpul dengan teman temanmu Ketika temanmu sedang berbicara tentang adik kelas cantik yang dia lihat le...