Sabtu

Adalah Aku


 Ada yang mendung

Di sudut atas
Di pinggir selokan

Bak mandi dan bahan bakar solar
Tentang gelas yang pecah
Tentang warna celana hitam

Hujan tak berkesudahan
Lambaikan tangan jika perlu
Kau basah, menggigil, diam

Tanpa warna abu, hitam mendung kelabu
Hampa sepanjang proses
Menikam bahagia yang melebur
Menjadi luka menganga
Menjadi bara
Menjadi abu
Menjadi debu

Lenyap.





Jurang, 2020


Kamis

Selebihnya


Aku pernah menitipkan sesuatu di matamu

Bayangan jernih yang pernah menetes sebab sesuatu

Aku juga pernah menitipkan sesuatu di jantungmu

Berupa degup-degup gugup kelopak merah

Tapi kini, titipan-titipan itu tak pernah kau kembalikan lagi

Sebab mungkin, titipan itu terlanjur abadi di hidupmu

Selebihnya, aku yang akan merawat kesedihan ini

Selebihnya, akan ku jumpai kau di ujung waktu









Jurang, 2020






Tentang Sudah

 


Di ujung waktu

Di senyap lamun

Melarang terbang 

Terbawa angin

Terhempas, lepas


Lembar tidak berkasih

Genggam dalam sedih


Menunggu waktu

Menentang rindu

Perih dalam diam

Melebur kesedihan


Luka ini

Bahagia ini

Tak pernah terbeli

Sudah, aku akan pergi




















Suatu tempat, 2020






Rabu

Layu pada kemarau 2


 

Inikah raut yang ku pandang

Sebatang tubuh yang dulu tumbuh

Tentang bagaimana ia tegak, tentang musim semi setelah penghujan pergi

Lalu ,Hidup adalah tentang mati

Tentang menunggu dan yang sudah pergi, mati

Dan tentang musim musim tropis penuh tangis


Sekarang, sudah jam 1 siang

Hangat menyengat selebihnya berkeringat

Tak henti aku menatap, tentang usia, tentang batang dan daun yang hampir keriput

Ia tak berkembang lagi, sebab kemarau tak akan pergi sebelum ia mati

Ia layu, diam termakan waktu, selebihnya tuliskanlah tentang rindu, tentang siapa yang siap menunggu dan siapa yang akan berlalu.


Sebelum musim gugur ada yang telah gugur

Setelahnya belum pernah ku jumpai lagi musim semi

Aku telah mati





Rumah, 27 Juli 2010

Senin

Dunia (ku)


 Dunia ini semakin cepat berputar, dan aku tertinggal bersama rentetan caci maki para pemarah.

Dunia ini terlalu tua, dan aku tergesa-gesa, mengejar masa depan penuh kejamnya masa.
Sampai detik ini, dunia hanya menjadikanku menumpuk dosa, memupuk asa.
Hingga doa-doa yang telah aku panjatkan hanya menjadi serangkaian ucapan belaka.
Aku tak pernah mengerti, jika hidup adalah sebuah perjalanan menuju surga.
Aku juga tak pernah bisa memahami, bahwa sebagian besar dunia adalah isi neraka.
Lalu kemanakah kita akan melangkah ?

Pada omong kosong masa depan indah.
Dalam pelukan keyakinan bodoh sia-sia
Hei, ajaran norma serta moral katurunan babi?
Kalian terlalu percaya dengan sejarah serapah mata buta.
Kalian terlalu dangkal berpikir menggunakan otak badak mata satu.
Aku tak pernah yakin, akan adanya hukuman timbal balik antara bumi dan alam, antara keyakinan dan tuhan dan setan.
Aku hanya perlu tahu, tentang wajah-wajah pembohong sialan, tentang kebenaran-kebenaran yang belum pernah terlewati.
Ini adalah sebuah kesalahan-kesalahan yang lebih buruk dari pada sebuah mantra doa serta ajaran masuk surga.

Kita, sebenarnya sedang mencari apa?
Kita yang hidup sebenarnya tak pernah mengerti surga yang seperti apa.
Neraka juga tak pernah mengerti bahagia yang seperti apa.
Kita hanya mencari bahagia, dunia yang euforia.
Punya uang banyak, tidur nyenyak, makan enak.
Hidup yang terlalu instan, melalui umpatan setan.
Lalu, keyakinan-keyakinan itu sekarang di mana?
Mengajari cara masuk surga dengan cara berfoya-foya, bersenggama, meregang nyawa, kloter neraka.
Kita yang buta dalam prinsip ajaran hewan.
Kita yang dungu dalam perspektif kecemasan surga yang neraka dan kita yang tuli tersumbat tai.

Ada banyak hal yang tak perlu harus kita lakukan, memohon, bersimpuh penuh peluh, hati yang terlalu mengeluh.
Kita yang memandang rendah, dan kita yang selalu mengalah.
Keyakinan, moral dan martabat penjilat pantat.
Kebenaran, kebusukkan, serta penganut ucapan serapah.
Semuanya telah tertulis sadis dalam sebuah takdir autis yang tak pernah kita tau.
Bernasib buruk dengan perasaan mental busuk.
Kita yang di hidupkan, bernafas dendam, lalu belajar dari sejarah kehidupan bersabda benci. Asupan pelajaran ilmu kotoran.
Parodi-parodi satir, umpatan-umpatan fatwa egois serta buku-buku riwayat berisi ungkapan-ungkapan maksiat.
Kita yang berusaha melawan, dan kita yang tertekan, tak akan pernah mampu hanya sekedar berlutut dengan menyembah topeng munafik dengan berjalan lurus, berwajah lubang anus.
Dunia ini, perlu kau anggap serius, sekalipun kau tak pernah peduli pada pelajaran ilmu sosial dan sejarah yang telah tersumbat sampah.

 







Dalam bingung, 28/11/17


Selasa

Palsu




Adalah aku yang telah keliru membuka lembar baru
Terbang bersama debu jalanan tak tau arah, jatuh di dasar palung terdalam
Tersembunyi oleh banyak mata-mata, tak terdengar oleh telinga-telinga
Merasakan kesepian terdalam, membusuk di antara luka-luka baru

Adalah aku yang pernah diam membisu, menikmati koma terperih dengan dada sesak, jantung yang retak
Terbebani sakit terobati kesengsaraan
Terhimpit, terpaksa, terpenjara nyeri
Memendam dendam, menikmati tikaman
Terima kasih rasa, 
Darimu aku mati rasa













Magelang, 09 Feb 2019

Jumat

Semusim



Pergilah ketika duka, dengan hati yang lega
Seperti pohon kamboja yang berbunga indah di musim panas: Sempurna
Pelan-pelan perlahan saja
Kembalilah ketika bahagia, seperti udara malam pada musim kemarau
Perlahan saja, tanpa siapapun tahu, hingga menusuk-nusuk sampai ke sendi-sendi.










Menjelang maghrib, 2020

Kemarau ll




















Kemarau telah datang
Di luar debu-debu melangit
Di dalam selimut-selimut menghangat
Hanya suara gemuruh angin yang ku dengar yang menampar-nampar pepohonan di luar kamar
Belum sempat pamit pada hujan
Waktu tunggu merindu belum genap seminggu
Aku akan kaku



















Kamar, Juli 2020

Kamis

Pamer Kesedihan



Suatu saat kau akan paham kesepian mana yang lebih indah, diriku atau milikmu
Kesakitan mana yang lebih membahagiakan, bongkahan batu atau terpaku dagu
Yang hitam yang kelam
Abu-abu warna kelabu
Wajah lugu, ucapan burukmu, jahat bila itu memang jahat, jangan tanya aku jika baik akan berubah menjadi jahat.
Suatu saat, di malam-malam mu yang dingin, kau akan tau tentang bagaimana rindu datang menerjang, membisu, memporak porandakan paru-parumu, hatimu, jantungmu yang beku.
Sesak, jejali ragamu yang telah lama menyimpan pedih, terkoyak muram, patah, hancur berlebur dendam.
Benci silih berganti benci
Caci diri sendiri
Aku mungkin bunuh diri.
Dirimu bukanlah satu-satunya yang sakit, lebih buruk ketika rasamu berubah menjadi api yang membara, menahan kobaran dendam yang telah lama terpendam.
Kini, bisa ku mengerti jika kesedihanku lebih indah, dan kebahagiaanmu yang menyedihkan
Pilih mana yang menurutmu benar?
Baik dan benar, dan benar-benar pada keputusan terbaikmu. Anggap saja aku orang yang paling bodoh, dan hanya berpura-pura mengerti.
Aku akan selalu berusaha mengejar ketidakpastian, sebab pasti atau tidak, kaki ini akan tetap selalu melangkah tak tau arah, ke dasar luka atau ke seberang sedih.




Surabaya, 2020

Sebelum Pisah






 

Mestinya harus ku coba memupuk luka
Menggambar tangis, atau menghabiskan air mata
Itu bukan? Kataku waktu dulu.
Belum, mataku belum sebam, belum sampai darah keluar, mungkin merah membiru seperti lebam.
Setidaknya bisa memamerkan kesedihan.

 











Bedono, Juli 2016

Jumat

VERTIGO


Salahkah aku Tuhan?
Ini luka terus ada, kepala sakit otak ku berputar
Lemah tubuh ini, sempoyongan berjalan, seperti mabuk perjalanan
Ini apa Tuhan? Seperti pusing yang terasing, kesadaran menghilang
Lebam tanpa terlihat, duniaku berputar, mata kunang-kunang

Salahkah aku Tuhan?
Ini panas terus menerjang, menyebar ke sendi-sendi hangat hilangkan semangat
Penyakit ini, inikah penyakit pusing tujuh keliling?
Pandangan buram, pikiran tak karuan, duniaku berantakkan
Kaku berdiri di atas kaki sendiri, melangkah susah, satu arah salah

Tuhan, inikah cobaan agar aku lebih kuat?
Ataukah memang, sepasang yang akan hilang
Dosa-dosa ini, kebencian kini
Sakit yang indah seperti anugerah
Ampuni aku, Tuhan..
Sembuhkanlah





Dalam ramang kamar, 17 April 2020

Selasa

Lakukanlah


Di lamunan yang panjang bersama waktu luang, tercekik sebuah kisah lumrah yang memaksa hati tuk pergi, di usir dari segala sisi baik yang terlanjur terukir, di himpit kejamnya luka, menangis di antara rimbun bahagia yang telah terkikis pedih.
Sempat hanya kalimat untuk terus memberi kasih semangat, melebur gejolak detak yang semakin retak.
Di sini, sedih dan perih terus berjalan dengan baik, serupa malam yang kian kelam, terselimuti kenangan indah dan susah, memahami cerita antara penolakan, hadir dan restu alam, memporakporandakan rasa yang telah lama ku rawat dengan sangat hatihati, mencampur adukan rindu dan benci dan caci, terlanjur membusuk di dada, memilihmu adalah air mata.

Kisah ini masih belum berakhir, masih ku coba melawan badai yang membabibuta, yang membutakan rasa, menulikan degup dengan gugup.
Harapan dan anganangan masih setia, semangat bersama ketidakpastian, semangat bersama ketidakmungkinan.
Lupa akan luka, rindu menggerutu, takdir dan getir telah tercatat tanpa cacat.
Kau, begitu senyap tersumpal kesewenangan antara benci, takut dan purapura.
Tak mau mencari celah di antara perasaan dan logika.
Tak pernah seirama dengan rasa yang di miliki, dadamu gemetar, meledak lalu hancur. Entah, apa yang kau rasakan, apa yang kau pahami, yang aku tahu jiika kau selama ini hanya sibuk melupakan, membagibagi, lalu ingin pergi menyudahi.
Enyahlah, jika yang kau ingin hanya pulang, pulanglah sendirian, tak usahlah berpamit.
Dan segeralah nikmati candu rindumu.

Anggap saja, aku sudah terbiasa di perlakukan memalukan, anggap saja, aku sudah siap menerima sayatan demi sayatan. Lakukanlah.





Tempat lain, 8 Agustus 19

Menjelang Subuh


Ini hari sudah hampir pagi
Kau masih sibuk bermimpi
Tak bangun-bangun dari tidurmu
Menjelang subuh
Kau tak juga bangun

Di luar sana embun-embun menetes
Hampir beku dedaunan
Di dalam mimpi
Dingin yang ku peluk
Sambil terbangun dari mimpi tak tidur













03:59 Jurang, april 2020

APRIL 2020


Adalah tangis yang belum berhenti
Tak henti-henti bersedih
Tak ada yang spesial dengan April
Hanya air hujan dan air mata
Beban masih terlihat jelas
Luka masih menganga panas

Adalah perjalanan hidup
Duapuluh sembilan tahun lalu
Sudah genap, hampir lewat
Ini hati masih enggan menerima
Ikhlas dengan paksa

Adalah musim semi
Yang murni tanpa campuran sakit hati
Beribu ribu hari sudah terlewat
Tinggal menghitung, masih berapa bingung
Pada waktunya akan menghilang
Pada waktunya akan terkenang






Jurang, 13 April 2020



Buruh



Aku baru saja masuk kamar
Berbaring sendirian
Apa yang ku pikirkan?
Mengingat kerjaan seharian
Belum selesai
Aku pusing
Aku lelah
Merinding, menggigil, takut dan kedinginan
Ah, sama saja
Aku harus memejamkan mata
Istirahat dan bangun pagi
Esok kerjaan telah menanti











Jurang  02:31, Januari 19


Chat



Adakah orang yang rela menunggu semalaman nggak tidur, begadangnya hanya mantengin whatsApp nungguin orang online? Berharap chatnya segera di bales. Apakah ada? Aku.
Bahkan aku melakukannya hampir tiap malam.
Aku sempat berpikir apa yang telah ku lakukan, ini buruk pikirku. Aku membenci hal ini tapi aku melakukannya. Dan aku tak ingin melakukannya di kemudian malam, namun aku masih melakukannya. Aku sebenarnya kenapa? Aku berharap, agar aku segera bosan melakukannya. Namun tak pernah aku merasakan bosan.
Aku lelah melakukan hal konyol ini tiap malamku, namun aku tetap suka melakukannya.
Ini apa ya Allah? Ada apa dengan diriku?
Sudah terlalu lama aku melakukannya sendiri, tapi apa? Aku bahkan tak memikirkan apa yang telah aku dapatkan. Aku tak paham apa yang telah ku perbuat.
Apa ini salah? Aku tak mengerti.
Ya Allah, bantu aku menjelaskan hal ini, kenapa ini terjadi?
Lalu di waktuwaktu yang lain, aku ngechat, terkirim, sudah centang dua warna abuabu namun ketika ia online, bahkan ia tak langsung membukanya, entah. Ia benarbenar tak melihat chatku, atau purapura tak melihat, atau memang tak perduli. Padahal ia online, offline terus menerus tapi tak segera membukannya. Pikirku, ia sibuk dengan chat lain. Tapi kenapa, ia melakukanya hampir setiap aku chat. Kadang aku berpikir, ini tak adil. Namun aku masih saja mantengin profilnya, bahkan ketika aku lagi fokus menyetir.
Ya Allah, aku benarbenar bingung dengan hal semacam ini. Ini sangat menyakitkan buatku.

















Jurang, malah curhat, Agustus 19

Senin

Oktober


Lebih baik ku buang, ku injak, ku buang jauh-jauh ke tempat yang tak bisa ku temui, kedasar laut atau ke langit gelap.
Aku merasa ini jika ini hanya permainan, berdusta adalah kalimat yang ku sebut-sebut baik dan buruk dan kau tau aku hancur, berkeping-keping, dan sesal. aku tak paham kau akan menyesal atau aku sebaliknya, yang terlihat hanyalah sakit.
Matamu dan mataku tak banyak tatap, mulut yang tak banyak mengucap, proses buruk dalam pemikiran seorang pecundang. 
Kini persimpangan tak lagi kita pikirkan, mungkin lebih banyak di otakku untuk mengabaikannya. 
upaya membela diri antara benar dan salah dan kalah, kau juga berpikir aku akan pergi atau berdiam diri sampe kau tau aku benar-benar menghabiskan waktu hidupku dalam sebuah keburukan, kesepian, mungkin lebih sakit dari itu.
Sengaja atau tak sengaja akan lebih menyakitkan jika menikmati sendiri, rasa sakit dalam balutan kesenangan, bahagia berselimut luka, akhirnya semua terbebani.
Aku tak pernah paham, barangkali memahami tak semudah berkata aku menyayangimu tanpa kenyataan agar aku bisa merangkai kata hingga tercecer berantakan.
Namun kini, sudah terlanjur jauh kaki melangkah, bersama degup jantung yang tak pernah mampu ku tulis di sini, goresan demi goresan, kekonyolan yang melebihi serius, kau sudah terlalu lama di otak ku, sampai-sampai aku kehabisan ruang untuk tidak memikirkanmu, ini terlihat serius memang, namun berlebihan. aku terlihat bercanda?
Kini, ku pahami setiap waktu yang telah berlalu, berpikir lebih keras agar semua tujuan berjalan dengan tanpa tujuan, berharap lebih dari sekedar kata dan berjuang menikmati sayatan-sayatan terperih dalam damai.
Ku akan coba tetap melangkah, mengeluh, berpasrah, satu lelah yang semoga tak salah.
Berdoa, bersimpuh sampai saatnya kita benarbenar tak mampu lagi mengulangnya.
Terima kasih






Semarang, Oktober 18

Kematian I

Pernah nggak sih berpikir? Ketika berkumpul dengan teman temanmu Ketika temanmu sedang berbicara tentang adik kelas cantik yang dia lihat le...