Sabtu

Masa Lalu


Dingin, kali ini kau terlalu dini untuk datang lagi.
Demi suatu apapun, dekapanmu terlalu cepat menembus tulang.
Rumput-rumput yang juga kau peluk, serta daun-daun yang menggigil sepi.
Semerbak harum embun, burung-burung yang malu-malu bersembunyi.
Aku, berusaha menepi, berselimut kalut dari kejamnya dini hari.
Memanggil dalam gigil agar kau berlalu pergi,
Cerita terbaik dan bingkisan kecil yang menyisakan rindu, darimu yang dulu pernah membawaku kembali, pada titik ini.
Aku yang kelam, dan kamu yang kejam.
Masa-masa silam dalam pelukan malam, serta suara-suara gemuruh penuh keluh.
Mencoba menghindar, melepas asa, aku yang putus asa.
Kamu, setidaknya pernah aku tuliskan dalam cerita sederhana, dalam bait-bait yang pernah membuatku sakit, pernah juga aku benar-benar merasa, kamu adalah suatu luka yang telah membekas tak bernafas.
Lalu sebelum semuanya benar-benar mengering, kamu datang dengan lancang, aku yang bimbang. Kamu pergi menghilang.
Sementara kamu tidak perduli dengan sajak-sajak pada otak yang retak
Cinta, benci, dendam serta hiasan silam dalam puisi tanpa arti, ia gugur dan hancur, tak banyak kata, tak banyak makna.
Aku yang pernah merasa kecewa, mencoba menghibur diri, lari dari alam kejam dan dingin angin, sedang kamu yang entah sejak kapan memandang sinis dengan tatapan sadis.
Aku yang tak hentinya menangis, air mata yang terasing dalam dingin malam.
Semoga layu tak melulu perkara memendam rindu.
Semuanya telah berlalu, tercampak, terbuang, terlupakan.
























Dingin Angin, 17





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kematian I

Pernah nggak sih berpikir? Ketika berkumpul dengan teman temanmu Ketika temanmu sedang berbicara tentang adik kelas cantik yang dia lihat le...