Selasa

SESAL !!!


Bisu, lalu sepi.
Ketika dunia membenciku perlahan penuh cacian
Aku berusaha merenungakan semuanya dengan penuh diam, penuh peluh dengan penuh kemarahan.
Hanya menghabiskan pikiran dengan penuh penyesalan, tak aneh jika seharusnya aku lebih memilih untuk dendam.
Aku telah terbiasa dengan keadaan ini, penuh dosa usaha hingga hancur.
Biarlah semuanya menjadi keping-keping penyesalan.
Aku tak perlu di kasihani, apalagi menolongku dengan pura-pura.
Biarkan semuanya ku telan sendiri, sampai ku muntahkan lagi.
Agar tak ada yang tahu, jika sebenarnya aku telah benar-benar menjadi batu yang terinjak, tercaci penuh umpatan benci.
Terakhir, untuk semua yang pernah membuatku benar-benar merasa menjadi hancur.
Terimakasih.. sampai detik ini aku masih bisa merasakan perih, merasakan luka yang masih membusuk dalam tubuh ini.
Dan biarlah semuanya berjalan seperti nalar yang tak pernah sadar.
Aku mabuk serta muntah, semuanya memang tak perlu di sesali.























Sesal, 17

Selesai !


Selamat,
Mungkin kalimat pertama yang akan ku ucapkan padamu.
Kedua, entah apa yang harus aku tuliskan dalam sejarah ungkapan serapah.
Aku tak mengerti, ini bahkan terlalu cepat untuk ku sebut sebagai perjalanan sebuah rindu.
Padamu, ini adalah hal terberat bagi perjalanan hidupku. Kamu yang terlalu serius mengabarkan kepada semua teman-temanmu, sahabat juga mungkin seorang mantan yang tak perlu harus ku sebut namanya di sini. Sebenarnya aku juga tau.
Aku senang saja mendapat kabar bahagia, apalagi darimu. Itu adalah niat baik dari seorang yang telah kau pilih. Aku tak merasah tersisih, meski perih.
Entahlah, aku hanya bisa berusaha untuk tetap menjadi yang terbaik, hanya saja aku tak pernah yakin sebelum ini akan terjadi.
Kau akan menikah, bahagia dan..
Ok. Ini soal bahagiamu, lalu kabar selanjutnya adalah duka. Aku hanya merasa, ini terlalu membebaniku ketika aku menuliskannya.
Anggap saja, ini adalah pelajaran untukku, untuk setiap detak jatung dan setiap detik waktu, aku mengakuinya, jika semuanya tak akan pernah ku sesali.
Maka, semoga selanjutkan akau akan segera berbenah, atau sekedar berucap serapah.
Sudahlah, tak semudah berkata lumrah, dan aku mungkin memang tak berhak untuk bersamamu.
Semua takdir tak melulu soal kekalahan, aku menganggapnya sebagai pelajaran kebencian setelah semua selesai.
Dan untuk yang terakhir, semoga kau bahagia bersamanya.
Biarkan aku sendiri menjalani semua takdir getir, menghirup nafas benci atau mungkin akan bersembunyi di balik semua sakit yang tak pernah kau mengerti.





















Feb, 17

Sabtu

Masa Lalu


Dingin, kali ini kau terlalu dini untuk datang lagi.
Demi suatu apapun, dekapanmu terlalu cepat menembus tulang.
Rumput-rumput yang juga kau peluk, serta daun-daun yang menggigil sepi.
Semerbak harum embun, burung-burung yang malu-malu bersembunyi.
Aku, berusaha menepi, berselimut kalut dari kejamnya dini hari.
Memanggil dalam gigil agar kau berlalu pergi,
Cerita terbaik dan bingkisan kecil yang menyisakan rindu, darimu yang dulu pernah membawaku kembali, pada titik ini.
Aku yang kelam, dan kamu yang kejam.
Masa-masa silam dalam pelukan malam, serta suara-suara gemuruh penuh keluh.
Mencoba menghindar, melepas asa, aku yang putus asa.
Kamu, setidaknya pernah aku tuliskan dalam cerita sederhana, dalam bait-bait yang pernah membuatku sakit, pernah juga aku benar-benar merasa, kamu adalah suatu luka yang telah membekas tak bernafas.
Lalu sebelum semuanya benar-benar mengering, kamu datang dengan lancang, aku yang bimbang. Kamu pergi menghilang.
Sementara kamu tidak perduli dengan sajak-sajak pada otak yang retak
Cinta, benci, dendam serta hiasan silam dalam puisi tanpa arti, ia gugur dan hancur, tak banyak kata, tak banyak makna.
Aku yang pernah merasa kecewa, mencoba menghibur diri, lari dari alam kejam dan dingin angin, sedang kamu yang entah sejak kapan memandang sinis dengan tatapan sadis.
Aku yang tak hentinya menangis, air mata yang terasing dalam dingin malam.
Semoga layu tak melulu perkara memendam rindu.
Semuanya telah berlalu, tercampak, terbuang, terlupakan.
























Dingin Angin, 17





Kematian I

Pernah nggak sih berpikir? Ketika berkumpul dengan teman temanmu Ketika temanmu sedang berbicara tentang adik kelas cantik yang dia lihat le...