Jumat

VERTIGO


Salahkah aku Tuhan?
Ini luka terus ada, kepala sakit otak ku berputar
Lemah tubuh ini, sempoyongan berjalan, seperti mabuk perjalanan
Ini apa Tuhan? Seperti pusing yang terasing, kesadaran menghilang
Lebam tanpa terlihat, duniaku berputar, mata kunang-kunang

Salahkah aku Tuhan?
Ini panas terus menerjang, menyebar ke sendi-sendi hangat hilangkan semangat
Penyakit ini, inikah penyakit pusing tujuh keliling?
Pandangan buram, pikiran tak karuan, duniaku berantakkan
Kaku berdiri di atas kaki sendiri, melangkah susah, satu arah salah

Tuhan, inikah cobaan agar aku lebih kuat?
Ataukah memang, sepasang yang akan hilang
Dosa-dosa ini, kebencian kini
Sakit yang indah seperti anugerah
Ampuni aku, Tuhan..
Sembuhkanlah





Dalam ramang kamar, 17 April 2020

Selasa

Lakukanlah


Di lamunan yang panjang bersama waktu luang, tercekik sebuah kisah lumrah yang memaksa hati tuk pergi, di usir dari segala sisi baik yang terlanjur terukir, di himpit kejamnya luka, menangis di antara rimbun bahagia yang telah terkikis pedih.
Sempat hanya kalimat untuk terus memberi kasih semangat, melebur gejolak detak yang semakin retak.
Di sini, sedih dan perih terus berjalan dengan baik, serupa malam yang kian kelam, terselimuti kenangan indah dan susah, memahami cerita antara penolakan, hadir dan restu alam, memporakporandakan rasa yang telah lama ku rawat dengan sangat hatihati, mencampur adukan rindu dan benci dan caci, terlanjur membusuk di dada, memilihmu adalah air mata.

Kisah ini masih belum berakhir, masih ku coba melawan badai yang membabibuta, yang membutakan rasa, menulikan degup dengan gugup.
Harapan dan anganangan masih setia, semangat bersama ketidakpastian, semangat bersama ketidakmungkinan.
Lupa akan luka, rindu menggerutu, takdir dan getir telah tercatat tanpa cacat.
Kau, begitu senyap tersumpal kesewenangan antara benci, takut dan purapura.
Tak mau mencari celah di antara perasaan dan logika.
Tak pernah seirama dengan rasa yang di miliki, dadamu gemetar, meledak lalu hancur. Entah, apa yang kau rasakan, apa yang kau pahami, yang aku tahu jiika kau selama ini hanya sibuk melupakan, membagibagi, lalu ingin pergi menyudahi.
Enyahlah, jika yang kau ingin hanya pulang, pulanglah sendirian, tak usahlah berpamit.
Dan segeralah nikmati candu rindumu.

Anggap saja, aku sudah terbiasa di perlakukan memalukan, anggap saja, aku sudah siap menerima sayatan demi sayatan. Lakukanlah.





Tempat lain, 8 Agustus 19

Menjelang Subuh


Ini hari sudah hampir pagi
Kau masih sibuk bermimpi
Tak bangun-bangun dari tidurmu
Menjelang subuh
Kau tak juga bangun

Di luar sana embun-embun menetes
Hampir beku dedaunan
Di dalam mimpi
Dingin yang ku peluk
Sambil terbangun dari mimpi tak tidur













03:59 Jurang, april 2020

APRIL 2020


Adalah tangis yang belum berhenti
Tak henti-henti bersedih
Tak ada yang spesial dengan April
Hanya air hujan dan air mata
Beban masih terlihat jelas
Luka masih menganga panas

Adalah perjalanan hidup
Duapuluh sembilan tahun lalu
Sudah genap, hampir lewat
Ini hati masih enggan menerima
Ikhlas dengan paksa

Adalah musim semi
Yang murni tanpa campuran sakit hati
Beribu ribu hari sudah terlewat
Tinggal menghitung, masih berapa bingung
Pada waktunya akan menghilang
Pada waktunya akan terkenang






Jurang, 13 April 2020



Buruh



Aku baru saja masuk kamar
Berbaring sendirian
Apa yang ku pikirkan?
Mengingat kerjaan seharian
Belum selesai
Aku pusing
Aku lelah
Merinding, menggigil, takut dan kedinginan
Ah, sama saja
Aku harus memejamkan mata
Istirahat dan bangun pagi
Esok kerjaan telah menanti











Jurang  02:31, Januari 19


Chat



Adakah orang yang rela menunggu semalaman nggak tidur, begadangnya hanya mantengin whatsApp nungguin orang online? Berharap chatnya segera di bales. Apakah ada? Aku.
Bahkan aku melakukannya hampir tiap malam.
Aku sempat berpikir apa yang telah ku lakukan, ini buruk pikirku. Aku membenci hal ini tapi aku melakukannya. Dan aku tak ingin melakukannya di kemudian malam, namun aku masih melakukannya. Aku sebenarnya kenapa? Aku berharap, agar aku segera bosan melakukannya. Namun tak pernah aku merasakan bosan.
Aku lelah melakukan hal konyol ini tiap malamku, namun aku tetap suka melakukannya.
Ini apa ya Allah? Ada apa dengan diriku?
Sudah terlalu lama aku melakukannya sendiri, tapi apa? Aku bahkan tak memikirkan apa yang telah aku dapatkan. Aku tak paham apa yang telah ku perbuat.
Apa ini salah? Aku tak mengerti.
Ya Allah, bantu aku menjelaskan hal ini, kenapa ini terjadi?
Lalu di waktuwaktu yang lain, aku ngechat, terkirim, sudah centang dua warna abuabu namun ketika ia online, bahkan ia tak langsung membukanya, entah. Ia benarbenar tak melihat chatku, atau purapura tak melihat, atau memang tak perduli. Padahal ia online, offline terus menerus tapi tak segera membukannya. Pikirku, ia sibuk dengan chat lain. Tapi kenapa, ia melakukanya hampir setiap aku chat. Kadang aku berpikir, ini tak adil. Namun aku masih saja mantengin profilnya, bahkan ketika aku lagi fokus menyetir.
Ya Allah, aku benarbenar bingung dengan hal semacam ini. Ini sangat menyakitkan buatku.

















Jurang, malah curhat, Agustus 19

Senin

Oktober


Lebih baik ku buang, ku injak, ku buang jauh-jauh ke tempat yang tak bisa ku temui, kedasar laut atau ke langit gelap.
Aku merasa ini jika ini hanya permainan, berdusta adalah kalimat yang ku sebut-sebut baik dan buruk dan kau tau aku hancur, berkeping-keping, dan sesal. aku tak paham kau akan menyesal atau aku sebaliknya, yang terlihat hanyalah sakit.
Matamu dan mataku tak banyak tatap, mulut yang tak banyak mengucap, proses buruk dalam pemikiran seorang pecundang. 
Kini persimpangan tak lagi kita pikirkan, mungkin lebih banyak di otakku untuk mengabaikannya. 
upaya membela diri antara benar dan salah dan kalah, kau juga berpikir aku akan pergi atau berdiam diri sampe kau tau aku benar-benar menghabiskan waktu hidupku dalam sebuah keburukan, kesepian, mungkin lebih sakit dari itu.
Sengaja atau tak sengaja akan lebih menyakitkan jika menikmati sendiri, rasa sakit dalam balutan kesenangan, bahagia berselimut luka, akhirnya semua terbebani.
Aku tak pernah paham, barangkali memahami tak semudah berkata aku menyayangimu tanpa kenyataan agar aku bisa merangkai kata hingga tercecer berantakan.
Namun kini, sudah terlanjur jauh kaki melangkah, bersama degup jantung yang tak pernah mampu ku tulis di sini, goresan demi goresan, kekonyolan yang melebihi serius, kau sudah terlalu lama di otak ku, sampai-sampai aku kehabisan ruang untuk tidak memikirkanmu, ini terlihat serius memang, namun berlebihan. aku terlihat bercanda?
Kini, ku pahami setiap waktu yang telah berlalu, berpikir lebih keras agar semua tujuan berjalan dengan tanpa tujuan, berharap lebih dari sekedar kata dan berjuang menikmati sayatan-sayatan terperih dalam damai.
Ku akan coba tetap melangkah, mengeluh, berpasrah, satu lelah yang semoga tak salah.
Berdoa, bersimpuh sampai saatnya kita benarbenar tak mampu lagi mengulangnya.
Terima kasih






Semarang, Oktober 18

Kematian I

Pernah nggak sih berpikir? Ketika berkumpul dengan teman temanmu Ketika temanmu sedang berbicara tentang adik kelas cantik yang dia lihat le...