Menyimpan atau mengungkapkan ?
Pertanyaan beberapa tahun yang telah berlalu, pertanyaan yang tak pernah kujawab sendiri setelah pagi terbagi; aku, kau dan dingin.
Embun di luar yang juga ingin menyampaikan sesuatu, rumput yang memendam rindu, serta daun yang sebenarnya menggigil sepi.
Kamu yang belum mengerti, aku yang memilih sendiri, sengaja menunda pesakitan pada kenyataanya terlalu menyedihkan.
Sebenarnya aku belum ingin menyampaikan hal itu.
Sesuatu yang mustahil untuk ku ralat ulang, semua begitu saja tertulis, terbaca, semacam ada siksa dalam hatiku, barangkali lega yang menyakitkan.
Aku tak perduli. sakit yang kurasa, melebihi sakit pada batas normal. Aku pernah sangat gila, ketika merindukanmu adalah sembilan puluh dua jam tanpa memejamkan mata. Rindu bertahun-tahun yang tak pernah kau ketahui. Aku terluka.
Aku tak pernah tau jika waktu akan benar-benar menjawab segala rindu, mengeringkan segala luka yang sebenarnya tak akan pernah sirna. kenyataanya aku memang tak pernah mampu mengungkapkan dengan mata, memendam yang menyedihkan, terlebih diam yang menyakitkan.
Semua sama saja, lebih dari sakit yang sengaja di rahasiakan. Ah, sayanganya mungkin kau tak akan pernah percaya.. -aku suka caramu menyiksa, kini rindu itu telah menjadi cemburu, hasil yang memuaskan. Sebenarnya aku benci hal itu. Percayalah, aku mati rasa. Tapi semuanya telah terlanjur, rasa yang tak biasa telah tumbuh subur dalam jantungku, rasa yang ingin sekali ku buang ketika aku tau kau telah memilih bersamanya. Kini semuanya menjadi entah, menjadi tak ku mengerti, untuk apa semua ini ?
Takdir yang selalu ku pertanyakan, nasib yang terlalu menyakitkan, sungguh sebuah perjalanan panjang menuju ketidakmungkinan. Tapi aku yakin, kemungkinan terbesar adalah mungkin.
Terlalu percaya yang memang harus ku ungkapkan ketika setiap saat aku lebih bisa meyakinkannya.
Bertahun aku telah bertahan, memendam dan menyimpan baik segala rasa yang perlahan tumbuh di hati, ia semakin subur menjadi besar, siklus pertumbuhan perihal rasa. menumbuhkan sendiri, hingga mungkin akan mati. Aku yang bodoh, lelaki payah dengan kesedihan yang melebihi batas.
Kenapa tak dari dulu saja aku membicarakan hal itu? -aku masih ragu, jika tiba-tiba saja rasa itu pudar dan berlalu. Aku yakin semuanya akan lebih parah. Berantakan, tak karuan.
Aku menyesal, memaki diri sendiri, dan kau pulang membawa kenangan yang tak pernah dapat kau hapus selama hidupmu.
Meski aku tak yakin, semua ini akan kau bawa pulang, kau simpan atau lebih baik kau buang. Aku tak akan pernah tau.
Perjalanan panjang yang membingungkan.
aku tak mungkin menyalahkan alam, tak mungkin menyalahkan malam. Aku berdosa, kau berdosa. Semua akan sama. Cinta, benci, rindu semuanya menyenangan. Aku tak pernah menginginkan hal buruk terjadi. Kecuali perkara rasa yang telah lama terpendam. Ini terlalu menyakitkan.
Sebenarnya aku juga tak pernah benar-benar paham soal rasa, apakah ia akan tetap sama? Tumbuh sebagai satu-satunya, dan akan tetap tinggal dalam dada, selamanya? Siapa yang lebih paham soal ini? Waktu, dirimu atau aku. Entahlah,
Aku yang hanya bisa mengira, kau yang terlalu sempurna. Semoga rasa itu memang selalu ada.
Sungguh, detak jantungku berubah lebih cepat ketika aku menuliskannya.
Sebagai alasan, jika saat itu kau tak memulainya, mungkin malamku akan lebih kelam, lebih menyakitkan, dari pada harus ku nikmati sendiri.
Kau juga telah berhasil mengajak ku menyulam mimpi yang telah lama terpendam.
Terimakasih untuk semua waktu yang telah berlalu.
Tanpamu, malam hanyalah mimpi buruk bagiku.
Semoga mimpi-mimpi buruk bisa segera ku lupakan.
Hampir setiap malam, aku tak pernah mengerti jika membayangkan wajahmu adalah tiap detik tanpa titik. mata yang indah, bibir yang merah, aku menyerah. Kau selalu saja membuatku terpana, membuat jantungku terbakar dalam angan-angan.
Tapi, kini semuanya telah hancur menjadi kepingan-kepingan berserakan. Entahlah, semoga aku bisa mengumpulkannya kembali. Sendiri, aku tak berharap ada yang menemani ? Suatu harapan yang pernah sangat aku banggakan, cita-cita yang telah terangkum rapi dalam ingatan. Semuanya menjadi kekecewaan, patah dengan segala amarah yang tak dapat ku bendung.
Memang, pada kenyataannya, aku yang salah. Selama ini aku terlalu suka dengan caraku menyayangi kekosongan, tubuhmu yang kubiarkan hanya menjadi bayang, bertahun-tahun keningmu yang ku cium berulang-ulang di setiap malam. cinta yang hanya sebatas khayal.
Sementara kau hanya peduli pada seseorang yang barangkali hanya menjadi batas antara kita. Mungkin..
Kini aku benar-benar tak mengerti, apa yang harus aku lakukan, jika menginginkanmu adalah sebodoh ini, semoga aku akan mencoba tetap bertahan, dengan segala perih, meski membuatmu percaya bagiku belum tentu mudah.
Memang kadang-kadang kita perlu semua itu untuk memahami setiap hal yang tak tetap. Aku lebih memilih tak mengerti, mungkin belum.
Kita tak pernah benar-benar paham perkara ini, terlebih kamu. Maaf jika aku datang terlambat, tapi sebenarnya kau telah bertahun-tahun ada dalam ingatanku juga hidupku, entahlah aku terlalu menikmatinya sendiri, tanpa pernah aku berpikir akan memulainya dari mana.
Aku juga terlalu percaya pada apa saja yang pernah ada dalam pikiranku, mimpiku, jika mengingatmu adalah hal mustahil untuk ku lupakan. Entah sampai kapan. Sembilan tahun yang terlalu sebentar untuk menjadikanku gila. Sepertinya memang akan.
Kau yang datang tanpa ku undang, kau telah diam-diam masuk ke dalam hatiku yang tak pernah ku tutup rapat sebelumnya, setelah sempat kau telah sangat melekat erat. Aku membiarkanmu masuk sebelum semuanya terlambat. Sengaja. karena aku tau, aku kosong, benar-benar kosong ketika itu. Dan aku.. dengan sombong diri, dalam hati, apakah hatiku benar-benar jatuh???
Ini masih menjadi misteri dalam pikiranku.
Sampe saat ini, aku benar-benar rindu.
Jantungku pernah berkali-kali tertikam, berdarah, perih, pernah juga aku sengaja di usir paksa, maka percayalah, jika aku datang sebenarnya itu adalah sejujur-jujurnya aku dalam mencintaimu.
Semoga kau paham tentang banyak malam yang terlanjur aku habiskan sendirian.
Semoga kebingungan ini segera berakhir.
Sebenernya aku telah menghapus banyak tulisan tulisanku tentangmu, terlalu banyak cerita yang pernah ku tuang, semua memang tak perlu harus kau tau. Aku tidak menyesal, lebih dari ingatan ingatan kesedihan yang memang harus ku lupakan.
Kini, tak perlu lagi aku mencari sesuatu yang tak lagi ku butuhkan
Akan ku kubur dalam dalam setiap perih yang telah tercipta, ku buang jauh jauh semua kenangan yang pernah datang, dan aku akan kembali pada diriku sendiri.
Terima Kasih
Semarang, Juli 2020


