Sejak saat itu, aku selalu mengutuk diri sendiri, mengejek diri untuk jadi apa?
Menjadi manusia, lagi.
Atau, apapun. Barangkali bukan bahan hinaan.
Mungkin, sudah barang tentu menjadi perkara candaan
Yang memang harus perlu di luruskan
Yang lurus tak perlu lagi manusia urus.
Ini adalah malam kesekian kali untuk banyak pertanyaan
Untuk meneruskan caci maki, mengumpat kemudian menghujat
Dingin lebih dominan tentang memendam dendam
Perasaan antara benci dan sakit hati
Antara langkah kiri kemudian dua langkah mundur
Manusia kadang kadang lebih suka menjadi dungu
Lain hari mungkin akan diam menerkam.
Malam kian beku, tak bisa lagi menunggu
Hanya berharap tentang hasil nihil
Senyum indah tak pernah bisa menahan yang tak sejalan
Kepergian hanya menyisakan kesedihan
Langkah demi langkah yang tak searah
Telah meninggalkan jejak baru
Pernah menanggalkan perih merah membiru
Maka berdoalah, agar manusia lebih leluasa memilih dewasa
Memilah milah derap langkah agar tak salah.
Mungkin sekarang waktu untuk membuka hati
Untuk di isi tentang perkara benar dan baik
Selembar kertas putih untuk sebuah kisah indah
Telah terbuka lebar tanpa coretan kelam
Siap tertuang kembali antara singgah menodai dan pergi
Semua memang akan berjalan demikian
Selagi dendam dan benci masih tertanam
Selagi benar dan baik kau sangka buruk.
Maka renungkanlah, antara datangnya mati
Atau perayaan besar sakit hati.
Kenyataan tak mungkin bisa kau sangkal
Butuh waktu lebih untuk memahami kepala bebal
Perlu banyak belajar, merenung serta mengingat luka
Harus berapa banyak sayatan yang kau terima
Kemudian hanya perlu menangis saat kau sendiri
Inilah sebuah proses lapang dada di kemudian waktu
Upaya besar melebarkan sayatan sayatan terperih
Usaha keras mengangakan jiwa agar terus menjerit sakit
Dan sebagian pulih telah kembali merasakan tikaman
Selamat untuk setiap kepingan sesal yang telah lama hilang
Semoga darah bisa kau hentikan dalam sebuah perang.
Jurang, November 2021
