Bunuhlah aku rindu, agar setiap kali aku terbunuh, aku bisa membuka pintu almariku yang berantakan, lalu di sana aku akan memandangmu lama-lama, sampai habis, sampai aku lelah, sampai aku kalah.
Kadang-kadang aku seperti gila, jika merindukanmu lebih buruk daripada duduk di teras rumah dan menikmati langit gelap. Malam jum'at yang sesat, aku sendiri.
Saat ini aku ingin menghirup angin segar, hembusan tiap hembusan, selalu ada tanya di dalamnya, sebab aku lebih suka bertanya daripada menjawab beribu pertanyaan tentang langit yang diam, kau diam akupun diam. Haha, ini sebenarnya apa? Apa aku terlalu perduli pada bias-bias cahaya bintang? Aku berpikir itu pancaran wajahmu. Aku rasa ini terlalu dalam, melebihi parah ketika ternyata kau sudah terlelap.
Apakah kita sama-sama merenung, langit ?
Barangkali proses pembelajaran tentang menikmati hidup sendiri-sendiri.
Kau memandangku, aku memandangmu.
Wajah indah walau penuh luka, aku hanya takut kau berlama-lama akan sakit, aku tak pernah membayangkannya, aku tak pernah mau itu terjadi.
Ini tentang rindu yang terlalu lama menggebu, bukan tentang dingin malam yang kerap kali berbicara perihal kesepian.
Malam yang senyap penuh mimpi-mimpi dan rindu.
Bersamamu, aku memilih tak tau diri dan akan pulang dengan membesarkan hati, aku tak banyak berharap lagi tentang nyanyian-nyanyian rindu yang begitu kerap kali menghampiri tiap dini hari tiba. Biarlah, rencana demi rencana, berpikir mundur dengan menggenggam batu, putar arah dan diam, selanjutnya menggerutu dalam dada.
Lalu tentang pertanyaan itu, hingga kini masih belum ku temui jawabannya, mungkin pertanyaanku terlalu sulit atau jawaban itu tak bisa ku mengerti, laki-laki payah dengan ribuan pertanyaan konyol!!! Salah satu umpatan yang tepat buatku. Sempurna!
Malam ini, apa aku sedang merayakan rindu? merayakan kesepian dan kesedihan, mana yang lebih menyebalkan? Tiga kalimat yang membosankan.
Aku sebenarnya belum sadar betul, ini kenyataan atau aku sedang bermimpi dan memaki-maki.
Ternyata, aku sedang berada dalam mimpi yang nyata, aku segera memilih salah satu kalimat di atas lalu mencoba melupakannya, adalah pilihan yang melelahkan buatku, akhirnya aku tak pernah mampu memilihnya. Aku kalah.
Sebab, kau tetap melelahkan ketika menjelma menjadi rindu.
Sebab, aku akan tetap kesepian ketika hanya malam yang menemaniku dan juga kesedihan adalah jawaban dari kedua kenyataan itu.
Lebih baik aku segera menyudahi ini, meninggalkan gelapmu yang dingin, pergi tidur dan meneruskan mimpi-mimpi burukku.
Terimakasih malam jum'at..
Teras, mei 02


